
Kota Metropolitan Makassar adalah ibukota dari propinsi Sulawesi Selatan. Sebelumnya bernama Kotamadya Ujung Pandang. Kota Makassar terkenal sebagai kota "Anging Mamiri", yang berarti "kota hembusan angin sepoi-sepoi basah". Dan juga terkenal dengan "Pantai Losari"nya yang indah, yang terkenal sebagai 'meja terpanjang' karena pengunjung dapat menikmati berbagai hidangan lezat sambil menikmati hembusan angin laut yang menyegarkan dan menyaksikan terbenamnya matahari serta keindahan panorama laut. Kota yang bersuhu sekitar 22 - 33 oC ini, memiliki areal seluas 175,77 km2, Wilayah Kota Makassar terus berkembang, khususnya kearah Timur, dimana pembangunan infrastruktur seperti perluasan pelabuhan laut Makassar, Bandara Hasanuddin, jalan tol, kawasan industri Makassar dan berbagai proyek lainnya tengah dilaksanakan. Kota Makassar juga memiliki obyek-obyek wisata yang cukup menarik seperti Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Pelabuhan Perahu Tradisional Phinisi, Makam Pangeran Diponegoro, Makan Sultan Hasanuddin, Taman Budaya Sulawesi, rekreasi wisata bahari, pagelaran tarian dan busana tradisional.
Secara geografis Kota Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119°18'27,97" 119°32'31,03" Bujur Timur dan 5°00'30,18" - 5°14'6,49" Lintang Selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 0 - 25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20°C sampai 32°C. Areal seluas 175,77 km2, diapit dua buah sungai yaitu: Sungai Tallo bermuara disebelah utara kota dan Sungai Jeneberang bermuara pada bagian selatan kota. Dengan batas-batas sebagai berikut : sebelah barat dengan Selat Makassar, sebelah utara dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan, sebelah timur dengan Kabubupaten Maros dan sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa.Penduduk pada akhir tahun 2005 adalah 1.173.107 jiwa terdiri dari laki-laki 578.416 jiwa dan perempuan 594.691 jiwa dengan rata-rata 1,22 %. Terdiri dari beberapa etnis yang hidup berdampingan secara damai seperti Etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Toraja, etnis Mandar, dll.
Makassar terkenal dengan rumah adatnya. Di Makassar juga terkenal akan makanan tradisionalnya yang sangat nikmat yaitu Sop Konro, Es Pallubutung, dan Coto Makassar. Kota ini termasuk kota kosmopolis, banyak suku bangsa tinggal di sini. Di kota ini ada pula komunitas Tionghoa yang cukup besar.Kota Makassar mempunyai sebuah legenda yang cukup terkenal.Di kota Makassar inilah Nabi Muhammad SAW menunjukkan adanya agama islam dan ia menunjukan kepada baginda KaraEng.Dan kini kota Makassar telah menjadi sebuah kota Metropolitan.
Di umurnya yang ke-399 tahun (09 Nopember 2005), Kota Makassar masih terbilang muda jika dibandingkan sejarah nama Makassar yang jauh menembus masa lampau. Tiga hari berturut-turut Baginda Raja Tallo ke-VI Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri KaraEng Katangka yang merangkap Tuma'bicara Butta ri Gowa (lahir tahun 1573), bermimpi melihat cahaya bersinar yang muncul dari Tallo. Cahaya kemilau terpancar keseluruh Butta Gowa lalu ke negeri sahabat lainnya. Malam Jum'at tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau tanggal 22 September 1605 M. (Darwa rasyid MS. Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV s/d XIX, hal.36), di bibir pantai Tallo merapat sebuah perahu kecil. Ternyata lelaki sedang melakukan sholat. Cahaya terpancar dari tubuh Ielaki itu menjadikan pemandangan yang menggemparkan penduduk Tallo dan membicarakannya hingga sampai ke telinga Baginda KaraEng Katangka. Baginda bergegas ke pantai. Tiba-tiba lelaki itu sudah muncul ‘menghadang' di gerbang istana. Berjubah putih dengan sorban berwarna hijau. Wajahnya teduh. Seluruh tubuhnya memancarkan cahaya.Lalu ia menjabat tangan Baginda Raja yang kaku lantaran takjub lalu menulis kalimat di telapak tangan Baginda "Perlihatkan tulisan ini pada lelaki yang sebentar lagi datang merapat di pantai," perintah lelaki itu lalu menghilang begitu saja. Baginda terperanjat. la meraba-raba matanya untuk memastikan ia tidak sedang bermimpi. Dilihatnya telapak tangannya tulisan itu ternyata jelas adanya. Baginda KaraEng Katangka lalu bergegas ke pantai. Betul seorang lelaki tampak menambat perahu, dan menyambut kedatangan beliau. Baginda menceritakan pengalamannya tadi dan menunjukkan tulisan di telapak tangannya pada lelaki itu. "Berbahagialah Baginda. Tulisan ini adalah dua kalimat syahadat," kata lelaki itu. Adapun lelaki yang menuliskannya adalah Nabi Muhammad SAW sendiri. Baginda Nabi menampakkan diri di Negeri Baginda. Asal-usul "Makassar", yakni diambil dari nama "Akkasaraki Nabbiya", artinya Nabi menampakkan diri. Adapun lelaki yang mendarat di pantai Tallo itu adalah Abdul Ma'mur Khatib Tunggal yang dikenal sebagai Dato'ri Bandang, berasal dari Kota Tengah (Minangkabau, Sumatera Barat). Baginda Raja Tallo I Mallingkaang Daeng Manyonri KaraEng Katangka setelah memeluk Agama Islam kemudian bergelar Sultan Abdullah Awaluddin Awawul Islam KaraEng Tallo Tumenanga ri Agamana. Beliau adalah Raja pertama yang memeluk agama Islam di dataran Sulawesi Selatan.
TIGA TINJAUAN
Lebih jauh, penyusuran asal nama "Makassar" dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1. Makna.
Untuk menjadi manusia sempurna perlu "Ampakasaraki", yaitu menjelmakan (menjasmanikan) apa yang terkandung dalam bathin itu diwujudkan dengan perbuatan. "Mangkasarak" mewujudkan dirinya sebagai manusia sempurna dengan ajaran TAO atau TAU (ilmu keyakinan bathin). Bukan seperti yang dipahami sebagian orang bahwa "Mangkasarak" orang kasar yang mudah tersinggung. Sebenarnya orang yang mudah tersinggung itu adalah orang yang halus perasaannya.
2. Sejarah.
Sumber-sumber Portugis pada permulaan abad ke-16 telah mencatat nama "Makassar". Abad ke-16 "Makassar" sudah menjadi ibu kota Kerajaan Gowa. Dan pada Abad itu pula, Makassar sebagai ibu kota sudah dikenal oleh bangsa asing. Bahkan dalam syair ke-14 Nagarakertagama karangan Prapanca (1365) nama Makassar telah tercantum.
3. Bahasa.
Dari segi Etimologi (Daeng Ngewa, 1972:1-2), Makassar berasal dari kata "Mangkasarak" yang terdiri atas dua morfem ikat "mang" dan morfem bebas "kasarak". Morfem ikat "mang" mengandung arti: a). Memiliki sifat seperti yang terkandung dalam kata dasarnya. b). menjelma diri seperti yang dinyatakan oleh kata dasarnya. Morfem bebas "kasarak" mengandung (arti: a). Terang, nyata, jelas, tegas. b). Nampak dari penjelasan. c). Besar (lawan kecil atau halus). Jadi, kata "Mangkasarak" Mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan berterus terang (Jujur). Sebagai nama, orang yang memiliki sifat atau karakter "Mangkasarak" berarti orang tersebut besar (mulia), berterus terang (Jujur). Sebagaimana di bibir begitu pula di hati.
John A.F. Schut dalam buku "De Volken van Nederlandsch lndie" jilid I yang beracara : De Makassaren en Boegineezen, menyatakan: "Angkuh bagaikan gunung-gunungnya, megah bagaikan alamnya, yang sungai-sungainya di daerah-daerah nan tinggi mengalir cepat, garang tak tertundukkan, terutama pada musim hujan; air-air terjun tertumpah mendidih, membusa, bergelora, kerap menyala hingga amarah yang tak memandang apa-apa dan siapa-siapa. Tetapi sebagaimana juga sungai, gunung nan garang berakhir tenang semakin ia mendekati pantai. Demikian pulalah orang Bugis dan Makassar, dalam ketenangan dapat menerima apa yang baik dan indah".
Dalam ungkapan "Akkana Mangkasarak", maksudnya berkata terus terang. Kata "Mangkasarak" ini dikenal bahwa kalau dia diperlakukan baik, ia lebih baik. Kalau diperlakukan halus, dia lebih halus, dan kalau dihormati, maka dia akan lebih hormat.
Informasi mengenai sejarah Kerajaan Gowa pra-Islam dapat diungkap melalui sumber-sumber tertulis, ditemukan sekitar abad XIV antara lain Lontara': sumber sejarah yang telah umum diketahui keutamannya. Sure' Galigo diperkirakan dapat memberi petunjuk tentang keadaan masyarakat dan kebudayaan di Gowa. Dan sumber Portugis yang ditulis oleh Tome Pires dalam bukunya The Suma Oriental.
Jauh sebelum Kerajaan Gowa berdiri, diperkirakan pada abad ke-XIV daerah ini dikenal dengan nama Makassar dan masyarakatnya disebut dengan suku Makassar. Sebagai sumber keterangan tertua yang memuat nama Makassar, kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca (1364) menuangkan nama Makassar dalam kutipan Sarga ke-13 dan ke-14 sebagai berikut :
"Muwah tanah: Bantayan pramuka bantayan ien Luwuk tentang
Udamakatrayadhinikanang sanusaspupul lkangsakasanusanusa Makassar Butun
Banggawi Kuni Craliyao mwangi(ng) Selayar Sumba Soto Muar"
Kata Makassar yang dimaksud Prapanca bukanlah nama suatu suku, tetapi nama sebuah negeri yakni negeri Makassar, sebagaimana halnya negeri Bantayan (Bantaeng), Luwuk (Luwu), Butun (Buton), Selayar (Selayar), dan lainnya. Adapun penjelasan Tome Pires dalam catatan perjalanannya pada tahun 1513, cukup detil menggambarkan aktivitas manusia Makassar dan keadaan negeri Makassar itu, sebagai berikut :
"Kepulauan Macacar (Makassar) terdapat kira-kira empat atau lima hari pelayaran lewat pulau yang barn kita sebut Borneo atau Kalimantan, di tengah jalan (dari Melaka) ke Maluku... Ujungnya yang satu hampir mencapai Buton, di atasnya Madura, yang satu lagi meluas sampai jauh ke utara. Orangnya semua kafir; di situ terdapat lima puluh orang raja lebih. Pulau itu mereka berdagang dengan Melaka, Jawa, Borneo, negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan negeri Siam...
Mereka punya bahasa sendiri, lain daripada yang lain. Orangnya gagah dan suka berperang. Di situ terdapat banyak bahan makanan. Orang-orang dari pulau itu adalah perampok yang paling besar di dunia, kekuatannya besar dan perahunya banyak. Mereka berlayar untuk merampok dari negeri mereka sampai ke Pegsu, dan dari negeri mereka sampai ke Maluku, Banda dan semua pulau di sekitar Jawa...
Ada pasarnya ke mana mereka mengirim barang-barang rampokan dan menjual budak yang mereka tangkap. Mereka berlayar keliling pulau Sumatera. Pada umumnya mereka bajak laut. Oleh orang Jawa, mereka disebut Bajuus (Bajo) dan orang Melayu menyebut mereka Celates (orang Selat). Barang-barang mereka dibawa ke jJmaia(?), di dekat Pahang, tempat mereka berjualan dan melangsungkan perdagangan secara berkala. Mereka membawa beras yang putih sekali dan sedikit emas. Mereka membawa pulang kain bertanggis, kain dari Cambai dan sedikit dari Benggala dan Keling bersama banyak luban Jawi dan dupa. Pulau itu banyak penduduknya, banyak dagingnya, perbekalan berlimpah-limpah. Lazimnya kaum laki-laki memakai keris, dan mereka kuat-kuat. Mereka berlayar pulang-pergi dan ditakuti dimana-mana, sehab memang semua perampok patuh kepada mereka, sehab memang pantas dipatuhi".
Gambaran Pires tentang Makassar di atas, dipandang sebagai sumber Eropa pertama tentang daerah ini.
Seperti halnya terdapat dalam himne bissu di Bone sebagaimana yang ditulis Gilbert Hamonic, nama Makassar telah tercantum pada abad ke-9, sebagai berikut :
"...
399. Nasamanrelle raunna
400. Nasama turu'puanna
401. Rau-rau ri Mangkasa
402. Bua tello ri malaju
403. PawelIe liweng ri jawa
404. PamolIo liweng ri Sunra
Nama Mangkasa adalah nama lain dari Makassar yang disebutkan bersama dengan Melayu dan Jawa. kemudian bukti lain menyusul, dalam buku-buku sejarah disebutkan Kerajaan Makassar adalah sarna dengan Kerajaan Gowa, seperti yang ditulis F.W Stapel, sebagai berikut:
"Tot de alIerbeiangrijkste plaastsen van den
Archipel in het begin van de 17de eeuw behoorde Makassar,
hoofdplIats van het rijk van die naam, ook wel Gowa genomd"
Artinya : Di antara tempat-tempat yang paling penting dari kepulauan itu pada permulaan abad XVII adalah Makassar, ibukota sebuah kerajaan dengan nama yang sarna, dinamakan Gowa.
Sebelum Kerajaan Gowa berdiri, di kalangan suku Makassar Gowa telah bermunculan kerajaan-kerajaan suku Makassar yang lain, seperti Pujananti, Siang, Bantaeng, Marusu (Maros), Silajak (Selayar), Laiya, Bangkala, dan sebagainya. Berdasarkan dokumen bangsa asing menunjukkan, bahwa Kerajaan Siang berkembang pesat dalam kegiatan perdagangan. Bahkan Kerajaan Gowa dan Tallo pernah berada dalam pengaruh kekuasaannya. Menurut Manoel Pinto, seorang Portugis yang mengunjungi Siang (1545), penduduk berjumlah sekitar 40.000 orang. Jumlah yang sangat banyak bagi kehidupan suatu Bandar niaga ketika itu. (Sumber : Ensiklopedia Sejarah Sulsel Sampai Tahun 1905)
Kota Makassar yang pernah bernama Ujung Pandang adalah wilayah Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo yang terletak di pesisir pantai sebelah barat semenanjung Sulawesi Selatan. Mulanya berupa bandar kecil yang didiami oleh Suku Makassar dan Bugis yang dikenal sebagai pelaut ulung dengan perahu PHINISI atau PALARI. Ditinjau dari sejarah Kerajaan Majapahit dibawah Raja HAYAM WURUK (1350-1389) dengan Maha Patih GAJAH MADA bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Gowa ke-II TUMASALANGGA BARAYA (1345-1370), Makasar sudah dikenal dan tercantum dalam lembaran Syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan PRAPANCA (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi.
|
Pertama kalinya tanggal 9 November 2000, jadi Makassar yang ke-393 tahun diperingati, dan seterusnya, bukan lagi tanggal 1 April seperti yang telah diperingati pada tahun-tahun yang lalu.
Prof.DR. H.A.Mattulada (Alm) dalam bukunya berjudul : Menyusuri Jejak Kehadiran MAKASSAR dalam SEJARAH menulis sbb : menyusuri kembali jejak-jejak kehadiran Makassar sebagai term, dalam lintas sejarah yang dimulai pada abad Nagarakertagama, jaman Patih Gajah Mada di Majapahit, atau sedikit menjangkau kedepannya ketika tenggelamnya Kerajaan Sriwijaya, Singasari dibawah Raja Kertanegara (1254-1292), beberapa kesimpulan bahwa konsepsi Makassar atau Mangkasara mengandung 3 macam pengertian, yaitu :
1. | Makassar sebagai group etnis, (suku bangsa indonesia) yang berdiam di sepanjang pesisir selatan jazirah Sulawesi Selatan, yang mempunyai bahasa dan peradaban sendiri yang hidup sampai sekarang. |
|
|
|
|
Makassar Sebagai:
Makassar sebagai sebutan kepada Kerajaan Kembar Gowa Tallo dengan nama Kerajaan Makassar, sebagai sebuah kerajaan yang paling berpengaruhi di Sulawesi dalam abad XVI-XVII. |
Makassar sebagai ibukota kerajaan, bandar niaga tumbuh setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 dan dijadikannya pusat terdepan kerajaan Makassar yang mewadahi benteng-benteng Somba Opu, Panakkukang dan benteng Ujung Pandang (Jumpandang). |
Kerajaan Kembar GOWA-TALLO
Bermula Raja Gowa ke-IV, Tunatangka Lopi, membagi kerajaanya menjadi dua buah kerajaan, kepada puteranya yang bernama Batara Gowa diserahkannya daerah-daerah Gallarang kerajaan Gowa, yaitu :
1. Gallarang Pacellekang,
2. Gallarang Pattallasang,
3. Gallarang Bontomanai, (sebelah timur),
4. Gallarang Bontomanai, (sebelah barat),
5. Gallarang Tombolo, dan
6. Gallarang Mangasa.
Daerah-daerah Gallarang inilah selanjutnya disebut Kerajaan Gowa dibawah Raja ke-VII, yang bernama Batara Gowa.
Kepada puteranya yang bernama Karaeng LoE ri-Sero, diserahkannya daerah-daerah Gallarang kerajaan Gowa, yaitu :
1. Gallarang Saumata
2. Gallarang Panampu
3. Gallarang MoncongloE
4. Gallarang ParangloE
Daerah Gallarang disebut Kerajaan Tallo dibawah Raja Tallo ke-I yang bernama Karaeng LoE ri-Sero.Pertumbuhan kedua, walaupun pernah terjadi perang antara keduanya, (pada jaman Raja Gowa ke-IX Tumaparrisi Kallonna dengan Raja Tallo, I Mangngayoang) dengan kekalahan pihak Tallo dan sekutu-sekutunya, namun setelah terjadi perdamaian tetaplah berdirinya kedua kerajaan itu. Tradisi dua kerajaan kembar itu, maka Raja Tallo, menjadi Mangkubumi tradisi dua kerajaan kembar itu, maka Raja Tallo, selalu menjadi Mangkubumi Kerajaan Gowa. Tentu saja dalam perkembangan selanjutnya peranan kedua kerajaan ini tak dapat lagi dipisah-pisahkan, dan adanya dua nama kerajaan tidaklah menjadi halangan dari perkembangan. Hakekatnya Gowa dan Tallo, rakyat dan pemerintahannya satu, yaitu Raja dari Gowa dan Mangkubumi dari Tallo yang hanya menjalankan satu peraturan. Abad ke-XV hampir seluruh negeri orang Makssar telah berada dibawah kekuasaan kerajaan Gowa- Tallo. Abad ke-XVI dibawah kekuasaan Raja Gowa ke-IX dan Raja Gowa ke-X daerah kekuasaan kerajaan Gowa telah melampaui wilayah Gowa dan melewati batas Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Pengunjung kerajaan lain menamakan Raja Gowa, Raja orang Makassar. Penulis-penulis sejarah kemudian menamakan Kerajaan Gowa-Tallo dengan kerajaan Makassar, dalam berbagai buku ditulis tentang kesultanan Makassar.
Dalam periode kepemimpinan Raja Gowa ke-IX (tahun 1510 - 1546) Daeng Matanre, Karaeng Mangutungi, Tumaparrisi Kallonna demikian nama lengkap Raja, terlebih dahulu menjadi Gallarang yang digelar "Kasiang ri-Juru atau Gallarang Loaya". Baginda menduduki tahta kerajaan selama 36 tahun (1510-1546). Didalam pemerintahannya ditetapkan undang-undang dan peraturan perang. periode ini pelabuhan Makassar dibagian Timur terutama setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Diangkatlah Syahbandar masih dirangkap oleh Tumailalang Kerajaan Gowa bernama Daeng Pamatte. Daeng Pamatte jugalah yang pertama-pertama menciptakan aksara Lontara.Dalam periode kepemimpinan Raja Gowa ke-X (1546-1565, Mario Daeng bonto, Karaeng Laiung "Tunipallangga Ulaweng", demikian nama lengkap Raja Gowa ke-X. dibawah kepemimpinan raja Gowa ke-X ini diadakan penyempurnaan administarsi kerajaan. Kota Makassar dijadikan sebagai Bandar Niaga yang teratur dengan menetapkan jabatan Syahbandar sebagai jabatan yang terpisah dari jabatan Tumailalang. Baginda Raja "Tunipallangga Ulaweng", mengangkat dan menetapkan Syahbandar Daeng Tari Mangalle Kana, Ikare Manggaweang sebagai Syahbandar dengan sebutan "Daenta Syahbanaraka".
Pada periode kepemimpinan Raja "Tunipalangga Ulaweng", karena makin berkembangnya perdagangan melalui Bandar Makassar, maka para niagawan dari Pahang, Petani, Johor, Campak, Minangkabau, Jawa bahkan orang-orang bangsa Eropa terutama orang Portugis, memohon tempat dan perlindungan Kerajaan untuk membuka perwakilan dagang di Makassar.
Baginda Raja mengabulkan permohonan para niagawan manca negara. Tiba-tiba namanya berubah menjadi Ujung Pandang dan sempat digunakan sebagai nama Kota ini selama 28 tahun (1971-1999).
Makassar ke Ujung Pandang
Tahun 1970-an, muncul gagasan petinggi di Makassar untuk melebarkan wilayah kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulwesi Selatan.
Kolonel Inf. H.M. Daeng Patompo berusaha untuk mendekati 3 orang Bupati tetangga Makassar. Kolonel Inf. H. Mas'ud di Gowa, Kolonel Inf. Kasim DM. di Maros dan Kolonel Inf. H.M. Arsyad B. di kabupaten Pangkep.
Ketiga orang Bupati ini mulanya tidak memberi respon positif terhadap gagasan H.M Daeng Patompo untuk mengambil sebagian wilayah ketiga Kabupaten, guna melebarkan wilayah Makassar, Karena lama tertunda tentang kesediaan ketiga Bupati itu, maka pimpinan militer di Makassar ikut berusaha melicinkan jalan ke arah rencana tersebut . Tersebutlah Letjen Kemal Idris, Panglima KOWILHAN III, Brigjen A. Aziz Bustam, Panglima KODAM XIV Hasanuddin dan Gubernur Sulsel, Mayjen Ahmad Lamo, dan Pangkep betapa pentingnya perluasan wilayah ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, tidak dapat dilupakan juga peranan Andi Pangerang Petta Rani, Mantan Gubernur Sulawesi Selatan dalam rangka usha pelebaran wilyah Makassar sebagai ibukota Sulawesi Selatan. Akhirnya ketiga Bupati tersebut menyatakan kesediaanya, syaratnya Makassar menjadi Ujung Pandang. Wilayah Kota Makassar ibukota Propinsi Sulawesi Selatan bertambah lebar sekitar 25 KM2 menjadi 175 KM2. Lahirlah PP No1 Tahun 1971 tentang perubahan batas-batas daerah Kota Makassar dan Kabupaten-Kabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene Kepulauan dalam daerah Propinsi Sulawesi Selatan (Lembaran negara RI Tahun 1971 No. 65 tambahan lembaran Negara No. 2970), nama Makassar berubah menjadi Ujung Pandang, melahirkan reaksi dari berbagai kalangan masyarakat kota ini, dan berusaha untuk mengembalikan nama kota dari Ujung Pandang menjadi Makassar, sekaligus upaya untuk menemukan hari jadi Makassar yang sesuai dengan kebesaran namanya didalam sejarah bangsa.Reaksi keras dari kalangan warga masyarakat dikota ini, dimanifestasikan dalam sebuah petisi 17 Juli 1976 dengan ditandatangani oleh 3 (tiga) orang pakar sejarah dan budayawan didaerah ini, yaitu :
1. Prof. Mr. DR. Andi Zainal Abidin Farid.
2. DR. H.A. Mattulada
3. Drs.H.D. Mangemba
Dengan isi petisi, diminta supaya nama Ujung Pandang dikembaliakn menjadi Makassar demi menegakkan kejujuran, kebenaran dan kelurusan sejarah tanah air Indonesia. Petisi ini ditujukan kepada Walikota Madya KDH Tk-II Ujung Ujung Pandang ke Makassar
Dibawah kepempinan Walikotamadya KDH Tk. II Ujung Pandang, DR. H.A. Malik B. Masry, SE., M.Si. diselenggarakan seminar penelusuran hari jadi Makassar dilaksanakan di Ujung Pandang bertempat di Makassar Golden Hotel tanggal 21 Agustus 1995 atas kerjasama Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin dengan Pemerintah Daerah Kotamadya Ujung Pandang. Seminar ini menghasilkan sebuah rekomendasi yang sangat perlu peralihan nama Ujung Pandang menjadi Makassar dengan argumentasi sbb :
1. | Bahwa nama Makassar, tidak terbatas pada nama saja, tetapi mencakup identifikasi bahasa, suku, budaya, dan kerajaan sedangkan Ujung Pandang hanyalah sebagian kecil dari Kota Makassar . |
2. | Bahwa keputusan DPRD-GR Kotapraja Makassar tanggal 24 September 1964 dan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1971 tanggal 1 September 1971 tentang perubahan nama Makassar ke Ujung pandang, bertentangan dengan Undang-undang No. 13 tahun 1964 Jo. Ketetapan MPR-S No.XX tahun 1996 No. Ketetapan MPR No. V tahun 1973, pasal 5, 19 dn 20 UUD 1945, makanya perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang batal dengan sendirinya demi hukum. |
3. | Peralihan nama Makassar ke Ujung Pandang dan Ujung Pandang ke Makassar dipandang sebagai suatu proses yg diwarnai perbedaan dan pertentangan pendapat serta konflik dalam sebuah komunitas perkembangan masyarakat bersama kotanya. |
Walikota digantikan oleh Drs. H.B. Amiruddin Maula, SH. Msi. Hasil seminar ini ditindaklanjuti yang selanjutnya mendapat dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Ujung Pandang sebagaimana tertuang didalam Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Ujung Pandang No. 05/Pimp/DPRD/VIII/99 tanggal 21 Agustus 1999, tentang persetujuan DPRD atas rencana alih nama Ujung Pandang menjadi Makassar sebagai nama Kota. Perjuangan Walikota Drs. H.B Amiruddin Maula, mendapat restu Gubernur Sulawesi Selatan, H.Z.B Palaguna, lalu mendapat persetujuan Pemerintah Pusat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 86 tahun 1999 tanggal 13 Oktober 1999, menetapkan pengembalian nama menjadi Kota Makassar dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Kembalinya nama Makassar adalah nama legendaris yang dikenal masyarakat internasional. Peraturan Pemerintah No. 86 tahun 1999, ditandatangani Presiden ke-3 Republik Indonesia, Prof. DR. BJ. Habibie.Pandang dan DPRD Kotamadya Dati II Ujung Pandang.
Mencari Momentum Hari Jadi Kota Makassar
Dengan kembalinya nama Makassar i, dikaitkan dengan hari jadi kota yang selama ini diperingati setiap tanggal 1 April (tahun berjalan) yang dihitung dari saat Staat Geemeente Makassar dianggap tidak memenuhi syarat. Hal ini berdasarkan ordenansi tanggal 12 Maret 1906 (Staatblad nomor 171) daerah otonom Makassar mulai berlaku pada tanggal 1 April 1906.
Dari ordenansi ini juga dibentuklah sebuah dewan sebagai badan pemerintahan untuk Gemeente makassar yang disebut de Gemeente Raad Van Makassar, anggotanya berjumlah 13 orang, terdiri atas 8 orang Belanda, 3 orang Indonesia, dan 2 orang timur asing (Tionghoa).Dewan ini mengendalikan pemerintahan sampai tahun 1918. Pada tahun 1918 s/d 1927 pemerintahan dipimpin oleh seorang Walikota Makassar bernama J.H Damrink. Peringatan hari jadi Makassar dulu Ujung Pandang yang diadakan tiap tanggal 1 April, pada hakikatnya diperingati terbentuknya sistem pemerintahan kolonial Belanda yang membentuk pemerintahan karena kekuasaan kolonialnya di Makassar. Sebabnya dipandang tidak layak diperingati atas nama Makasar, karena Makassar suatu nama mengandung sejarah. Seminar yang berjudul "A'bulo Sibatang A'bannang Kebo Mengkaji Ulang Sejarah Kelahiran Makassar" tanggal 27 Nopember 1999 bertempat di Hotel Sahid Makassar memberi rekomendasi, bahwa rasionalisasi berbagai momentum peristiwa sejarah dikemukakan para pakar sejarah dalam seminar itu, didapatkan ada 4 momentum yang patut menjadi pertimbangan untuk dijadikan hari jadi kota Makassar ini.
1. Tahun 1512 (belum ada hari, tanggal dan bulannya)
Adalah satu tahun setelah peristiwa jatuhnya Malaka ke dalam tangan Portugis. Tahun ini Raja Gowa ke-IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tomapparissi Kallonna, memerintah tahun 1510-1546, sebagai Raja yang menjadikan Makassar sebagai kota Pelabuhan terbuka dan paling ramai di bagian timur.
2. Tahun 1545 (belum ada hari, tanggal dan bulannya)
Terkenal Raja Gowa ke-X, I Mario Gau Daeng Bonto karaeng Lakiung yang disebut juga "Tunipalangga Ulaweng", melanjutkan kebijakan raja pendahulunya, menjadikan Makassar sebagai pelabuhan terbuka. Raja ini yang mendirikan benteng seperti Benteng Ujung Pandang memperkuat benteng Somba Opu, Benteng Panakkukang dan Benteng Anak Gowa. Raja ini meningkatkan peranan syahbandar yang dirangkap Daeng Pamatte yang juga sebagai Tumarilalang Kerajaan Gowa. Raja Gowa ke-X ini mengangkat dan menetapkan Daeng Tari Mangalle Kana (I Kareng Mangngaweang) sebagai Syahbandar Makassar dengan sebutan Daeng Ta Syahbannaraka.
3. Tanggal 22 September 1905
Hari Jum'at tanggal 22 September 1605, Raja Tallo merangkap Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Manyondri (Sultan Abdullah Awalul Islam ), pertama mengucapkan dua kalimat syahadat dan menerima agama Islam sebagai agamanya. Setelah itu menyusul Raja Gowa I Mangnganrai Daeng Mandra'bia, Sultan Alauddin.
4. Tanggal 9 Nopember 1607
Hari Jum'at tanggal 9 Nopember 1607, bertepatan dengan hari 19 Rajab 1016 (Hijriah) merupakan peristiwa puncak, ialah penerimaan Islam oleh Raja Gowa sebagai agama Kerajaan, sekaligus mengemukakan bahwa Islam sebagai panutan resmi kerajaan namun semua golongan agama lain tetap mempunyai hak yang sama dan kebebasan memeluk agamanya masing-masing, berniaga, beribadah menurut agamanya, dan mendapat perlindungan dari kerajaan. Penghargaan terhadap pluralisme, merupakan puncak tertinggi dari masyarakat madani yang dipelopori kerajaan Makassar.
Makassar Adalah Serambi Madinah
Salah seorang sejarahwan kebangsaan Inggris bernama C.R Boxer, dalam bukunya berjudul FRANCISCO VIEIRA DE GUEIREDO A PORTUGUESE MERCHANT-ADVENTURER IN SOUTH EAST ASIA 1627-1667 menulis menyatakan keheranannya dan sekaligus kagum, karena menurut perkiraanya apabila kerajaan Makassar menganut agama Islam sebagai agama kerajaan, kemungkinannnya bangsa-bangsa lain yang menganut agama non Islam akan mendapatkan kesulitan didalam kerajaan Makassar, tetapi kenyataannya justru semua orang bangsa lain yang beragama non Islam justru diberi kebebasan dan perlindungan. Pelabuhan Makassar terkenal sejak abad ke-XIV, tetapi belum mencapai kemajuan yang berarti, dan nanti kerajaan Makassar menganut agama Islam, pelabuhan ini mencapai kemajuan yang signifikan, menjadi pelabuhan yang sangat terkenal di benua timur/Asia. Seorang Ulama besar Indonesia, Buya Hamka (Haji Muh. Karim Amrullah), konon pernah mengatakan bahwa manakala kerajaan Makassar menerapkan perhatian kepada pluralisme, hormat kepada bangsa-bangsa lain yang berniaga di Makassar, dan memberikan kebebasan memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing, berarti mempraktekkan sifat dan metode Pemerintahan Rasulullah Muhammad SAW saat beliau melaksanakan pemerintahan di Madinah, makanya Makassar berhak diberi predikat "Serambi Madinah" sama dengan Aceh dengan predikat "Serambi Mekkah".
Hari Jadi Kota Makassar
Anggota DPR-D dan Pemerintah kota Makassar akhirnya menyepakati 9 Nopember 1607 sebagai hari jadi Makassar sebelum kesepakatan ini diambil terjadi pembahasan yang cukup intens ada perbedaan pendapat dalam menetapkan tahun. Pemerintah Kota Makassar mengusulkan, supaya kelahiran kota Makassar ditetapkan 9 Nopember 1512 alasannya dalam menentukan kelahiran suatu kota tidak hanya ditetapkan dalam suatu momentum sejarah, tetapi harus diformulasikan dengan berbagai momentum. H. Husni Djamaluddin, seorang budayawan dari kota Makassar juga sebagai anggota perumus dalam seminar A'bulo Sibatang A'bannang Kebo Mengkaji Ulang Sejarah Kelahiran Makassar. Setelah melalui pembahasan yang lama dan mempertimbangkan rumusan seminar "A'bulo Sibatang A'bannang kebo Mengkaji Ulang Sejarah Kelahiran Makassar", di Hotel Sahid Makassar tanggal 27 Nopember 1999, serta masukan dari para pakar sejarah dan budayawan, semua Fraksi sepakat tanggal 9 Nopember 1607 sebagai hari kelahiran kota Makassar.
Walikota Makassar, H.B. Amiruddin Maula, mengatakan penetapan hari jadi Makassar 9 Nopember 1607 adalah tepat sekali, karena kejadian dan momentum masa itu mempunyai makna dan nilai kemanusiaan yang tinggi dan sejarah yang monumental.
Hari jadi | :9 November 1607 | |
Walikota | :Ir. H. Ilham Arief Sirajuddin (2004-2009) | |
Wilayah | :175,77 km² | |
Kecamatan | :14 | |
Penduduk -Kepadatan | :1.130.384 jiwa (2000) :6.431,04/km² | |
Suku bangsa | :Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Tionghoa | |
Bahasa | :Indonesia, Makassar | |
Agama | :Islam, Kristen, Buddha | |
Zona waktu | :WITA | |
Kode telepon | :0411 |
(sumber : http://cityguide.yellowpages.co.id)